Non-Blok Sulit Bertahan, Indonesia Ditekan Asing: Prabowo Tantang Global Power

 



Dari CIA hingga Color Revolution: Membaca Peta Geopolitik Indonesia

Jakarta – Sebuah podcast yang ramai diperbincangkan publik menyingkap cerita kontroversial tentang keterlibatan intelijen asing, demonstrasi di dalam negeri, hingga tantangan Indonesia di panggung geopolitik. Seorang peneliti keamanan internasional yang hadir sebagai tamu mengaku siap menanggung risiko sosial karena menyampaikan pandangan yang tidak populer.


CIA dan BRICS

Ia menyebut seorang menteri pernah didatangi Deputi CIA. Dalam pertemuan itu, sang agen intelijen Amerika mengucapkan terima kasih karena Presiden Joko Widodo membatalkan niat bergabung dengan BRICS. Walau sulit diverifikasi, klaim itu memperlihatkan bagaimana setiap keputusan Indonesia mendapat perhatian serius dari kekuatan besar dunia.


Prabowo ke Tiongkok, Demo Pecah

Kunjungan resmi Presiden Prabowo ke Tiongkok diiringi demonstrasi besar di Indonesia. Sang narasumber menilai aksi tersebut organik, namun sarat infiltrasi. “Tujuannya memberi pesan: Indonesia tidak bisa begitu saja bergabung dengan blok tertentu,” ujarnya.

Baginya, langkah Prabowo adalah simbol bahwa Indonesia tetap berdiri tegak dan independen.


Liminal Warfare: Perang di Zona Abu-Abu

Fenomena itu disebut bagian dari strategi liminal warfare. Tidak ada serangan militer, melainkan propaganda, framing media, dan manipulasi opini publik. Tujuan akhirnya adalah polarisasi dan delegitimasi pemerintah.

“Ini membuat publik saling tuding dan sulit membedakan mana fakta, mana narasi,” jelasnya.


Terorisme Lebih Luas dari Label Agama

Ia mengingatkan publik agar tidak terjebak pada definisi sempit soal terorisme. Mengacu resolusi DK PBB 1566, terorisme adalah tindakan kriminal yang menimbulkan rasa takut dan intimidasi. “Membakar gedung pun bisa dikategorikan terorisme jika tujuannya menimbulkan teror,” katanya.


Color Revolution dan Bahaya Kesenjangan

Diskusi juga mengulas “revolusi warna” di berbagai negara. Dari Rose Revolution di Georgia, Orange Revolution di Ukraina, hingga Arab Spring, semua menggunakan simbol dan rasa ketidakpuasan publik sebagai pemicu.

Di Indonesia, kesenjangan sosial, gaya hidup pejabat yang dipamerkan, hingga isu PHK massal dinilai bisa dimanfaatkan untuk menciptakan instabilitas.


Non-Blok Kian Berat

Indonesia selama ini dikenal dengan politik luar negeri bebas aktif. Namun menurut narasumber, non-blok sulit dipraktikkan di era multipolar.

“Di dunia multipolar, mendayung antara dua arus besar sangat berat. Setiap langkah Indonesia dibaca sebagai sinyal geopolitik,” ujarnya.


Rekomendasi untuk Pemerintah

Ia mengajukan empat langkah strategis:

  1. Riset terpadu untuk membaca dinamika publik.

  2. Satgas lintas kementerian/lembaga yang menghubungkan isu dalam negeri dan eksternal.

  3. Kebijakan sensitif momen agar tidak mudah dipelintir.

  4. Kontra-narasi kuat untuk melawan propaganda.


Pesan untuk Publik

Kepada masyarakat, ia mengingatkan pentingnya literasi media. “Jangan fanatik pada satu narasi. Kritis tanpa parno. Check and recheck sebelum percaya,” katanya.


Indonesia dalam Pusaran Global

Diskusi itu ditutup dengan refleksi bahwa Indonesia tidak bisa menghindar dari tekanan geopolitik. Dalam dunia multipolar, setiap langkah—dari diplomasi hingga kebijakan domestik—bisa dibaca sebagai sinyal strategis.

“Indonesia penting bagi semua pihak. Karena itu, kita akan selalu diganggu,” ujarnya.


  • CIA Disebut Ikut Bermain, Indonesia Ditekan Saat Prabowo ke Tiongkok”

  • “Geopolitik Memanas: Dari BRICS, CIA, hingga Perang Abu-Abu di Indonesia”

  • “Non-Blok Sulit, Prabowo Disebut Tantang Tekanan Global”


  • Sumber

    0 Response to "Non-Blok Sulit Bertahan, Indonesia Ditekan Asing: Prabowo Tantang Global Power"

    Posting Komentar