Jakarta, Menjadi pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif bukan berarti tidak bisa ikut puasa. Contohnya Lenny, waria yang didiagnosis HIV positif sejak 2002 dan belum pernah sekalipun absen menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan.
Sebagai seorang muslim, Lenny yang memiliki nama asli Eko Sugiharto tentu tak ingin meninggalkan ibadah yang menjadi kewajiban setiap umat di bulan suci Ramadan. Meski sistem kekebalan tubuhnya digerogoti virus mematikan, waria berusia 52 tahun ini tak mau manja.
Awalnya, orangtua Lenny melarang niat tersebut karena khawatir kondisinya drop jika harus menahan lapar seharian. Namun karena hasil pemeriksaan menunjukkan kadar CD4 (cluster of differentiation 4) atau indikator ketahanan tubuhnya cukup kuat, dokter mengizinkan waria asal Jakarta ini tetap berpuasa.
Biasanya pada bulan-bulan pertama mendapatkan pengobatan Anti Retroviral (ARV), pengidap HIV disarankan tidak berpuasa untuk menghindari efek samping seperti pusing dan mual-mual. Kondisi Lenny cukup bagus karena hanya butuh sekitar 2 bulan untuk beradaptasi dengan efek samping tersebut.
"Saya tidak tahu persis kapan tertular, yang jelas saya dites tahun 2002 dan langsung positif. Tahun itu juga, saya sudah bisa menjalankan ibadah puasa seperti biasa dan tidak ada masalah," ungkap Lenny dalam diskusi "ODHA Berpuasa, Kenapa Tidak?" di Warung Daun, Jakarta Pusat, Jumat (12/8/2011).
Selama 9 tahun hidup dengan HIV, Lenny belum pernah sekalipun absen berpuasa karena pengobatan ARV secara rutin membuat kondisi tubuhnya selalu terjaga. Agar pengobatan tidak terputus selama berpuasa, Lenny tinggal menyesuaikan jadwal minum obatnya saja.
Pada hari-hari biasa, Lenny mengonsumsi obat 2 kali sehari dengan selisih 12 jam yakni pada pukul 8 pagi dan 8 malam. Khusus pada bulan puasa, jadwal minum obat ada yang harus mundur 1-2 jam karena jarak antara waktu sahur dengan berbuka kadang-kadang sampai 13 jam atau bahkan lebih.
"Kata dokter, mundur 1-2 jam tidak masalah. Biasanya setelah sahur saya minum Duviral saja, lalu sore hari setelah berbuka saya minum Duviral dan Evafirens. Sengaja diminum sore karena efek samping Evafirens itu bikin pusing, pengennya langsung dibawa tidur," ungkap Lenny yang selalu tampil dengan penutup kepala.
Selain masalah pengaturan minum obat, Lenny mengatakan hampir tidak ada masalah lain yang dihadapinya saat berpuasa. Setengah bercanda, ia mengaku justru diuntungkan dengan statusnya sebagai waria yang membuat puasanya tidak pernah bolong karena tidak pernah menstruasi.
Lenny yang juga merupakan Ketua Yayasan Srikandi Sejati ini mengaku tidak mendapat perlakuan diskriminatif terkait statusnya sebagai waria. Warga Pisangan Lama, Jakarta Timur tempat Lenny tinggal sepertinya sudah terbiasa, karena di sana juga ada shelter untuk perawatan waria yang mengidap HIV.
Tidak Ada Pantangan Khusus
Sementara itu ahli gizi dari Universitas Kristen Indonesia, Dr Paul F Matulessy, MN.PGK, SpGK mengatakan tidak ada perbedaan antara pengidap infeksi HIV maupun penyakit lainnya dalam menjalankan puasa. Masalahnya hanya pengaturan jadwal minum obat, selebihnya pengidap HIV justru lebih memungkinkan untuk berpuasa dibanding pengidap diabetes atau kolesterol tinggi.
"Orang dengan HIV tidak punya pantangan khusus, sementara orang dengan diabetes tidak boleh makan manis-manis, orang yang kolesterolnya tinggi tidak boleh makan daging. Bahkan pada umumnya, orang dengan HIV jadi lebih sehat saat berpuasa," ungkap Dr Paul yang juga hadir dalam diskusi tersebut.
Menurut Dr Paul, menu makanan di bulan puasa biasanya justru lebih mengutamakan gizi yang seimbang dibandingkan makanan sehari-hari yang cenderung asal-asalan. Bagi pengidap HIV, gizi seimbang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga kadar CD4 tidak mudah drop.
Meski secara umum tidak ada larangan bagi pengidap HIV untuk berpuasa, Dr Paul mengingatkan pada kondisi tertentu puasanya lebih baik dihentikan dulu. Kondisi itu misalnya sebagai berikut:
1. Merasa lemas atau tidak enak badan
2. Mengalami efek samping obat ARV, termasuk mual-muntah
3. Masa-masa awal mendapat pengobatan ARV.
Jika mengalami salah satu kondisi tersebut, pengidap HIV yang ingin melanjutkan puasa sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokternya. Selain itu, satu hal yang harus diutamakan adalah pengobatan ARV tidak boleh terputus karena bisa membuat infeksi HIV menjadi lebih ganas.
Sumber
Sebagai seorang muslim, Lenny yang memiliki nama asli Eko Sugiharto tentu tak ingin meninggalkan ibadah yang menjadi kewajiban setiap umat di bulan suci Ramadan. Meski sistem kekebalan tubuhnya digerogoti virus mematikan, waria berusia 52 tahun ini tak mau manja.
Awalnya, orangtua Lenny melarang niat tersebut karena khawatir kondisinya drop jika harus menahan lapar seharian. Namun karena hasil pemeriksaan menunjukkan kadar CD4 (cluster of differentiation 4) atau indikator ketahanan tubuhnya cukup kuat, dokter mengizinkan waria asal Jakarta ini tetap berpuasa.
Biasanya pada bulan-bulan pertama mendapatkan pengobatan Anti Retroviral (ARV), pengidap HIV disarankan tidak berpuasa untuk menghindari efek samping seperti pusing dan mual-mual. Kondisi Lenny cukup bagus karena hanya butuh sekitar 2 bulan untuk beradaptasi dengan efek samping tersebut.
"Saya tidak tahu persis kapan tertular, yang jelas saya dites tahun 2002 dan langsung positif. Tahun itu juga, saya sudah bisa menjalankan ibadah puasa seperti biasa dan tidak ada masalah," ungkap Lenny dalam diskusi "ODHA Berpuasa, Kenapa Tidak?" di Warung Daun, Jakarta Pusat, Jumat (12/8/2011).
Selama 9 tahun hidup dengan HIV, Lenny belum pernah sekalipun absen berpuasa karena pengobatan ARV secara rutin membuat kondisi tubuhnya selalu terjaga. Agar pengobatan tidak terputus selama berpuasa, Lenny tinggal menyesuaikan jadwal minum obatnya saja.
Pada hari-hari biasa, Lenny mengonsumsi obat 2 kali sehari dengan selisih 12 jam yakni pada pukul 8 pagi dan 8 malam. Khusus pada bulan puasa, jadwal minum obat ada yang harus mundur 1-2 jam karena jarak antara waktu sahur dengan berbuka kadang-kadang sampai 13 jam atau bahkan lebih.
"Kata dokter, mundur 1-2 jam tidak masalah. Biasanya setelah sahur saya minum Duviral saja, lalu sore hari setelah berbuka saya minum Duviral dan Evafirens. Sengaja diminum sore karena efek samping Evafirens itu bikin pusing, pengennya langsung dibawa tidur," ungkap Lenny yang selalu tampil dengan penutup kepala.
Selain masalah pengaturan minum obat, Lenny mengatakan hampir tidak ada masalah lain yang dihadapinya saat berpuasa. Setengah bercanda, ia mengaku justru diuntungkan dengan statusnya sebagai waria yang membuat puasanya tidak pernah bolong karena tidak pernah menstruasi.
Lenny yang juga merupakan Ketua Yayasan Srikandi Sejati ini mengaku tidak mendapat perlakuan diskriminatif terkait statusnya sebagai waria. Warga Pisangan Lama, Jakarta Timur tempat Lenny tinggal sepertinya sudah terbiasa, karena di sana juga ada shelter untuk perawatan waria yang mengidap HIV.
Tidak Ada Pantangan Khusus
Sementara itu ahli gizi dari Universitas Kristen Indonesia, Dr Paul F Matulessy, MN.PGK, SpGK mengatakan tidak ada perbedaan antara pengidap infeksi HIV maupun penyakit lainnya dalam menjalankan puasa. Masalahnya hanya pengaturan jadwal minum obat, selebihnya pengidap HIV justru lebih memungkinkan untuk berpuasa dibanding pengidap diabetes atau kolesterol tinggi.
"Orang dengan HIV tidak punya pantangan khusus, sementara orang dengan diabetes tidak boleh makan manis-manis, orang yang kolesterolnya tinggi tidak boleh makan daging. Bahkan pada umumnya, orang dengan HIV jadi lebih sehat saat berpuasa," ungkap Dr Paul yang juga hadir dalam diskusi tersebut.
Menurut Dr Paul, menu makanan di bulan puasa biasanya justru lebih mengutamakan gizi yang seimbang dibandingkan makanan sehari-hari yang cenderung asal-asalan. Bagi pengidap HIV, gizi seimbang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga kadar CD4 tidak mudah drop.
Meski secara umum tidak ada larangan bagi pengidap HIV untuk berpuasa, Dr Paul mengingatkan pada kondisi tertentu puasanya lebih baik dihentikan dulu. Kondisi itu misalnya sebagai berikut:
1. Merasa lemas atau tidak enak badan
2. Mengalami efek samping obat ARV, termasuk mual-muntah
3. Masa-masa awal mendapat pengobatan ARV.
Jika mengalami salah satu kondisi tersebut, pengidap HIV yang ingin melanjutkan puasa sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokternya. Selain itu, satu hal yang harus diutamakan adalah pengobatan ARV tidak boleh terputus karena bisa membuat infeksi HIV menjadi lebih ganas.
Sumber
0 Response to "Infeksi HIV Positif Tak Halangi Seorang Waria untuk Berpuasa"
Posting Komentar